Tugas Web XI IPS 1 (kelompok)

on Kamis, 08 Desember 2011
Mega Andriana

Absen:19
email: megaandrianawulandari@gmail.com


Sani Nursaadah

absen:31
email: saninursaadah@gmail.com


Rully Juliana

absen:30
email: rullyjuliana@gmail.com


Rissa Puteri

absen:27
email: rissaputriintani@yahoo.com


Khilda Rahmah Fauziah


absen:17
email: khildarahmahfauziah@yahoo.co.id


Decintya Adeline

absen:09


Dadi Hidayat

absen:08
email: dadihidayat05@gmail.com


Ayu Dwi

absen:06
email: Ayudwihastuti22@yahoo.co.id

Siapa Sebenarnya Yang Layak Dikasihani?

on Rabu, 06 April 2011
Dari tadi pagi hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya sangat panas, hari ini terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali mobil yang lewat, hari ini hari libur membuat orang kota malas untuk keluar rumah.

Di perempatan jalan, Umar,seorang anak kecil berlari-lari menghampiri mobil yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan, hanya saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya dengan lembaran plastik.

"Korannya bu ?" tawar Umar berusaha mengalahkan suara air hujan.

Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia merenung anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran.Dikeluarkannya satu lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan membuka sedikit kaca mobil untuk mengulurkan lembaran uang.

"Mau koran yang mana bu?" tanya Umar dengan riang.

"Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau koran tadi pagi aku juga sudah baca," jawab si ibu.

Si Umar kecil itu tampak terpaku, lalu diulurkan kembali uang dua puluh ribu yang dia terima.

"Terima kasih bu, saya menjual koran, kalau ibu mau beli koran silakan, tetapi kalau ibu memberikan secara cuma-cuma, mohon maaf saya tidak bisa menerimanya?, Umar berkata dengan muka penuh ketulusan.

Dengan geram si ibu menerima kembali pemberiannya, raut mukanya tampak kesal, dengan cepat dinaikkannya kaca mobil.
Dari dalam mobil dia menggerutu "Udah miskin sombong!".

Kakinya menginjak pedal gas karena lampu menunjukkan warna hijau, meninggalkan Umar yang termenung penuh tanda tanya.

Umar berlari lagi ketepi, dia mencoba merapatkan tubuhnya dengan dinding ruko tempatnya berteduh.Tangan kecilnya sesekali mengusap muka untuk menghilangkan butir - butir air yang masih menempel.Sambil termenung dia menatap nanar rintik - rintik hujan didepannya,

"Ya Tuhan, hari ini belum satupun koranku yang laku," gumamnya lemah.

Hari beranjak sore namun hujan belum juga reda, Umar masih saja duduk berteduh di emperan ruko, sesekali tampak tangannya memegangi perut yang sudah mulai lapar.
Tiba - tiba didepannya sebuah mobil berhenti, seorang bapak dengan bersungut - sungut turun dari mobil menuju tempat sampah,

"Tukang gorengan sialan, minyak kaya gini bisa bikin batuk," Dengan penuh kebencian dicampakkannya satu plastik gorengan ke dalam tong sampah, dan beranjak kembali masuk ke mobil.

Umar dengan langkah cepat menghampiri laki - laki yang ada di mobil.

"Mohon maaf pak, bolehkah saya mengambil makanan yang baru saja bapak buang untuk saya makan," pinta Umar dengan penuh harap.

Pria itu tertegun, luar biasa anak kecil didepannya. Harusnya dia bisa saja mengambilnya dari tong sampah tanpa harus meminta ijin. Muncul perasaan belas kasihan dari dalam hatinya.

"Nak, bapak bisa membelikan kamu makanan yang baru, kalau kamu mau."

"Terima kasih pak, satu kantong gorengan itu rasanya sudah cukup bagi saya, boleh khan pak?" tanya Umar sekali lagi.

"Bbbbbooolehh?" jawab pria tersebut dengan tertegun.

Umar berlari riang menuju tong sampah, dengan wajah sangat bahagia dia mulai makan gorengan, sesekali dia tersenyum melihat laki-laki yang dari tadi masih memandanginya.

Dari dalam mobil sang bapak memandangi terus Umar yang sedang makan. Dengan perasaan berkecamuk didekatinya Umar.

"Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus meminta ijinku untuk mengambil makanan yang sudah aku buang," Dengan lembut pria itu bertanya dan menatap wajah anak kecil didepannya dengan penuh perasaan kasihan.

"Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya akan merasakan enaknya makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin kepada pemiliknya, meskipun buat bapak mungkin sudah tidak berharga, tapi bagi saya makanan ini sangat berharga, dan saya pantas untuk meminta ijin memakannya," jawab si anak sambil membersihkan bibirnya dari sisa minyak goreng.

Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak ini sangat luar biasa.

"Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basah dan kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak, tetapi mengapa kamu menolaknya?"

Si anak kecil tersenyum dengan manis,
"Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buat saya makan sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau saya mencampakkan gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang menurut Bapak lebih layak, maka sekantong gorengan itu menjadi mubazir, basah oleh air hujan dan hanya akan jadi makanan tikus."

"Tapi bukankah kamu mensia-siakan peluang untuk mendapatkan yang lebih baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran dimana aku yang akan mentraktir," ujar sang bapak dengan nada agak tinggi karena merasa anak didepannya berfikir keliru.
Umar menatap wajah laki-laki didepannya dengan tatapan yang sangat teduh,

"Pak !, saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantong gorengan hari ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya dan saya merasa berbahagia, bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup atas anugerah hari ini, bukan menikmati sesuatu yang nikmat dan hebat hari ini tetapi menimbulkan keinginan dan kedahagaan untuk mendapatkannya kembali dikemudian hari."

Umar berhenti berbicara sebentar, lalu diciumnya tangan laki-laki didepannya untuk berpamitan. Dengan suara lirih dan tulus Umar melanjutkan kembali,"Kalau hari ini saya makan di restoran dan menikmati kelezatannya dan keesokan harinya saya menginginkannya kembali sementara bapak tidak lagi mentraktir saya, maka saya sangat khawatir apakah saya masih bisa merasakan kebahagiaannya."

Pria tersebut masih saja terpana, dia mengamati anak kecil didepannya yang sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitan pergi.

"Ternyata bukan dia yang harus dikasihani, Harusnya aku yang layak dikasihani, karena aku jarang bisa berdamai dengan hari ini."

oOo

Jika anda meletakkan kebahagiaan di luar diri anda maka anda tidak akan pernah merasa bahagia.

Kita tak memerlukan apa-apa untuk bahagia. Kebahagiaan ada dalam diri kita sendiri, permasalahannya adalah kita sering kali mencari keluar diri untuk menemukannya.

Sumber:http://mardiunj.blogspot.com/2010/04/siapa-sebenarnya-yang-layak-dikasihani.html

Berjalanlah Lebih Lambat

بسم الله الرحمن الرحيم

Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap.

Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise. Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu.

Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.

"Buk….!"

Aah…, ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.

"Cittt…." ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan. Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

"Apa yang telah kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!!" Lihat goresan itu", teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.

"Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos dibengkel untuk memperbaikinya." Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.

Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf.

"Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa."

Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun.

"Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti…."

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.

"Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku. Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.." Kini, ia mulai terisak.

Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.

"Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya."

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam.

Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan.

Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya.

Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.

Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.

"Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak."

Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Ditelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores oleh lemparan batu tersebut, sambil merenungkan kejadian yang baru saja di lewatinya.

Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya.

Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat:

"Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."

Saudaraku, seperti kendaraan, hidup akan terus melaju dari waktu ke waktu. Detik-detik berlalu menyeret kita ke akhir hidup ini.

Dan kita adalah pengusaha muda tadi. Kita fokus dengan apa yang kita kejar. Kita nikmati hasil usaha kita sendiri. Kita bahagia sendirian. Kita pacu kendaraan kita dengan cepat. Kita injak pedal hidup kita dengan mantap untuk meraih tujuan di depan kita secepatnya. Hingga tak jarang kita lupa sekeliling kita.

Saat kita melaju ada banyak hal yang terjadi di kanan kiri kita. Banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran. Banyak hal yang sebenarnya adalah peringatan buat kita. Namun, kita melaju terlalu cepat. Kita terlalu fokus terhadap keinginan kita. Hingga kita lupa segalanya.

Allah tak pernah berhenti berbicara kepada kita. Dia berbicara lewat lidah orang-orang sekeliling kita. Ia berbicara lewat kejadian-kejadian di alam semesta. Bahkan, ia berbicara langsung kepada nurani kita. Namun, seringkali kita terlalu sibuk dengan diri kita dan tak punya waktu untuk sejenak mendengar ujaran-Nya. Berbagai bencana dan cobaan yang terjadi di negeri kita tercinta ini merupakan teguran buat kita yang selama ini berpaling dariNya.


sumber:http://mardiunj.blogspot.com/2010/06/berjalanlah-lebih-lambat.html

Pacar atau Allah???

on Rabu, 26 Januari 2011
CINTA terkadang gak adil!!!

Kenapa cinta kepada pacar lebih besar dibanding cinta kita kepada ALLAH?


Pacar marah!
Kita mati-matian minta maaf.
Bagaimana kalau ALLAH marah?
Apakah kita berdoa dan berdzikir seharian agar ALLAH memaafkan kita?

Pacar mengajak ke rumah!
Kita pasti datang dengan senang hati!
Tapi saat giliran ALLAH memanggil kita untuk datang menuju rumahnya dengan berkumandangnya adzan?
Pasti kita pura-pura tidak mendengar dan mengabaikan saja ajakannya!

Pacar meminta uang!
Pasti kita beri walaupun sisa uang hanya sedikit!
Bagaimana kalau giliran ALLAH meminta sumbangan melalui perantara fakir miskin?
Kita tidak memperdulikannya!

Pacar mengajak ngobrol!
Pasti kita mau terus mengobrol walaupun sampai malam!
Bagaimana kalau ALLAH mengajak kita berkomunikasi lewat Al-Quran?
Pasti kita tidak memperdulikan Al-Quran itu dan hanya menjadikan Al-Quran itu sebagai pajangan semata!



Everyone should be aware!

That the love of GOD is bigger than anything!

source://http.tumblr.com/